Sabtu, 28 April 2018

SIKAP ETNOSENTISME TENTANG SISTEM BUDAYA DI INDONESIA





OLEH  :
KELOMPOK 
DEVI SASMITA
VIDYA SARI NF
PPKn C 015
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2018



A. Latar Belakang 

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni., sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Etnosentrisme cenderung memandang rendah orang-orang yang dianggap asing, etnosentrisme memandang dan mengukur budaya asing dengan budayanya sendiri.
Ada satu suku Eskimo yang menyebut diri mereka suku Inuit yang berarti “penduduk sejati” [Herbert, 1973, hal.2]. Sumner menyebutkan pandangan ini sebagai etnosentrisme, yang secara formal didefinisikan sebagai “pandangan bahwa kelompoknya sendiri” adalah pusat segalanya dan semua kelompok lain dibandingkan dan dinilai sesuai dengan standar kelompok tadi [Sumner, 1906, hal.13]. Secara kurang formal etnosentrisme adalah kebiasaan setiap kelompok untuk menganggap kebudayaan kelompoknya sebagai kebudayaan yang paling baik.
Etnosentrisme terjadi jika masing-masing budaya bersikukuh dengan identitasnya, menolak bercampur dengan kebudayaan lain. Porter dan Samovar mendefinisikan etnosentrisme seraya menuturkan, “Sumber utama perbedaan budaya dalam sikap adalah etnosentrisme, yaitu kecenderungan memandang orang lain secara tidak sadar dengan menggunakan kelompok kita sendiri dan kebiasaan kita sendiri sebagai kriteria untuk penilaian. Makin besar kesamaan kita dengan mereka, makin dekat mereka dengan kita; makin besar ketidaksamaan, makin jauh mereka dari kita. Kita cenderung melihat kelompok kita, negeri kita, budaya kita sendiri, sebagai yang paling baik, sebagai yang paling bermoral.”


Etnosentrisme membuat kebudayaan kita sebagai patokan untuk mengukur baik-buruknya kebudayaan lain dalam proporsi kemiripannya dengan budaya kita. Ini dinyatakaan dalam ungkapan : “orang-orang terpilih”, “progresif”, “ras yang unggul”, dan sebagainya. Biasanya kita cepat mengenali sifat etnosentris pada orang lain dan lambat mengenalinya pada diri sendiri. Etnosentrisme mungkin memiliki daya tarik karena faham tersebut mengukuhkan kembali “keanggotaan” seseorang dalam kelompok sambil memberikan penjelasan sederhana yang cukup menyenangkan tentang gejala sosial yang pelik. 

B. Langkah-langkah Pembelajaran
1.      Mengamati
Pengamatan yang kami lakukan tempatnya dikalangan masyarakat. Lingkungan kampus biru, di rumah dan di kost narasumber.
2.      Menanya
Melakukan wawancara dengan beberapa masyarakat, baik mahasiswa(i) atau para pekerja. Berikut pertanyaannya :
a.       Bagaimana tanggapan anda, tentang orang yang beranggapan bahwa budaya atau sukunyalah yang terbaik diantara budaya atau suku lainnya ?
b.      Untuk mencegah terjadinya perpecahan antar masyarakat akibat  etnosentrisme, menurut anda,  apa yang sebaiknya kita lakukan ?
3.      Mengumpulkan Data
Jenis pengumpulan data yang kami lakukan yaitu :
a.       Wawancara
1)      Narasumber : atas nama Uci Ashari. Menurut mahasiswi jurusan PPKn ini tidak ada salahnya bila seseorang menganggap bahwasannya sukunyalah yang terbaik dan memiliki budaya yang paling unik. Karena orang-orang cennderung memberikan nilai baik bila menyangkut hal-hal pribadi. Mahasiswi dari kabupaten Bone ini, tidak menyangkal bahwa diapun pernah memiliki pandangan seperti itu. Bila terjadi perpecahan akibat hal ini, menurutnya lain lagi ceritanya. Tidak ada alasan yang membenarkan terjadinya perpecahan akibat hal-hal sepele. Walaupun kita berbeda-beda tapi kita satu. Perbedaan inilah yang membuat kita unik. Kita bisa menghindari atau mencehag terjadinya perpecahan dengan saling bertoleransi.
2)      Narasumber : atas nama MUH. Shaffaat. Menurut mahasiswa UNM  ini  setiap orang memilki hak dan keistimewaan masing-masing. Begitupun dengan pandangan terhadap suku dan budayanya. Hal ini tidak salah selagi tidak menjatuhkan suku dan budaya dari daerah lainnya. Menurutnya apabila terjadi perpecahan akibat pandangan seperti ini, maka kita hanya akan saling meyakiti sesama saudara, karena kita adalah bangsa Indonesia yang memanag di dalamnya terdapat begitu banyak suku dan bangsa. Kita harus menyelesaiakan masalah dengan cara kekeluargaan dan harus memahami bahwa setiap suku memilki keunikan masing-masing.
3)      Narasumber : atas nama Nur Islami. Tidak setiap orang akan beranggapan bahwa suku dan budayanya yang terbaik, menurut pegawai ibnu sina ini masih banyak masyarakat yang menilai bahwa suku dan budaya miliki orang lain lebih baik. Namun, mereka tetap berbangga dan bersyukur atas keunikan apa yang dimilki disukunya. Kita hanya perlu mengambil sikap yang bijak dengan perbedaan-perbedaan yang kita temui di luar sana. Mereka yang beranggapan bahwa sukunyalah yang paling baik itu tidak salah dan juga tidak benar, karena pada hakikatnya manusia memang seperti itu, memilki sifaat yang naïf dan sombong, maka dari itu kita harus pintar-pintar bersikap agar tak terjadi perpecahan akibat hal ini. Adapun bila terjadi perpecahan, akan sangat sulit untuk menyatukan kita kembali karena ego yang dimiliki. Kita sebaiknya saling memaafkan untuk menyatukan atau memperbaiki kesalahan.
4)      Narasumber : atas nama MUH. Taufik. Menurut mahasiswa UIN ini ada baik dan buruknya bila seseorang beranggapan bahwa suku dan budayanyalah yang terbaik. Buruknya ialah, secara tidak langsung dia telah merendahkan suku dan budaya milik orang lain. Baiknya bahwa dia merasa bangga dengan suku dan budayanya, hal ini membuat rasa percaya dirinya terjaga dari pengaruh-pengaruh budaya luar. Namun, apabila terjadi perpecahan, kita harus menyelesaikannnya dengan cepat agar tak terjadi kekacauan lebih jauh. Seharusnya kita saling menghargai sesama manusia, adapun latar belakang kita yang berbeda itu hanyalah background semata tapi tujuan dan status kita sebagai masyarakat sama dimata negara. Pun pemerintah tak dapat menyatukan kita kembali apabila kita menolak disatukan atau meyatukan diri hanya karena menganggap bahwa suku dan budaya kitalah yang terbaik.
5)      Narasumber : atas nama Mardiana. Menurutnya, lucu ketika ada seseorang yang dengan bangganya mengatakan suku dan budanyalah yang terbaik. Dia merasa tidak sepantasnya, seseorang beranggapan seperti itu, hal ini sama dengan membodohi diri sendiri, dia mencoba membohongi dirinya. Karena pasti, diam-diam dia mengakui bahwa budaya si A lebih baik dibidang B, namun dia tak ingin mengakui itu dengan berbagai alasan. Perpecahan akibat merasa paling baik dari segi suku dan budaya memang tak dapat kita hindari. Karena, bila kita berada di daerah si B, kemudian kita menemukan perbedaan sikap seseorang dengan yang ada di daerah kita tanpa tahu artinya kita pasti akan tersinggung atau bertanya-tanya dengan sikap mereka. Seharusnya kita paham benar bahwasannya, dengan beranggapan seperti demikian, kita hanya akan meremehkan budaya dan suku orang lain. Saling toleransilah karena kita satu bangsa dan satu tanah air.
6)      Narasumber : atas nama Nurul Ramadhani. Ketika seseorang memiliki sikap etnosentrisme, itu adalah hal wajar. Tapi kita perlu mengambil sikap dan memberikan penghargaan kepada suku dan budaya lainnya sebagai bentuk toleransi, agar tak terjadi perpecahan antara satu kelompok dan kelompok lainnya.
7)      Narasumber : atas nama Rahman. Mengakui bahwa iapun memilki sikap etnosentrisme, dan meyakini setiap orang memilkinya. Tapi bila dia melihat suatu suku yang memilki budaya yang lebih baik dia mengakui di dalam hatinya saja tanpa memberikan penghargaan terus terang. Ini pun menurutnya dapat menghindarkan diri dari masalah atau perpecahan, karena terkadang bila kita memberikan pengakuan terhadap kelompok lain, justru kelompok kita sendiri yang memulai perpecahan.
8)      Narasumber : atas nama Nofrianto. etnosentrisme juga dapat menjadi hambatan komunikasi lintas budaya. Apabila seseorang masih memiliki pemikiran bahwa budayanya lebih unggul, ia akan cenderung untuk membatasi komunikasinya dengan individu/kelompok dari budaya asing yang bertentangan dengan budayanya. Hal inilah yang kerap kali menimbulkan pertikaian antar individu/kelompok yang berbeda budaya, karena yang satu merasa tidak dihargai oleh yang lain. Maka dari itu dibutuhkan empati dalam komunikasi budaya  untuk menghindari kesalahpahaman.
9)      Narasumber : atas nama Dina. Setiap orang berhak memilki sikap yang beranggapan bahwa suku dan budayanyalah yang terbaik, asalkan dia tak menjelek-jelkkan suatu suku dan budaya lainnya. Cara agar kita terhindar dari perpecahan ialah dengan memilki cara pandang yang terbuka.
10)   Narasumber : atas nama Satriani. Etnosentrisme dalam hal komunikasi dapat memberikan sesuatu yang positif. Misalkan dalam hal bahasa daerah, etnosentrisme dapat menjaga keutuhan bahasa tersebut agar dapat diwariskan turun-temurun dalam masyarakat, serta menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap tradisi daerahnya. Namun, etnosentrisme juga dapat menjadi hambatan dan memberikan efek yang negatif. Apabila etnosentrisme bersifat infleksibel, seseorang akan kesulitan untuk menilai perilaku orang lain berdasarkan latarbelakangnya karena ketidakmampuan untuk keluar dari perspektif yang dimilikinya. Kita bisa mencegah terjadinya perpecahan dengan cara berpikiran terbuka, menganggap perbedaan sebagai kekayaan, hindari sikap menghakimi, menjalin kerja sama yang baik, dan jangan langsung membuat asumsi dini.
 b. Dokumentasi





  
   

4. Analisis Data

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari berbagai suku, agama, ras dan golongan. Pluralitas masyarakat Indonesia ini tentu melahirkan berbagai persoalan. Setiap suku, agama, ras dan golongan berusaha untuk memperoleh kekuasaan dan menguasai yang lain.Pertarungan kepentingan inilah yang sering memunculkan persoalan-persoalan di daerah.

Cara mengatasi sikap Etnosentrisme   :
·         Memberikan Toleransi yang tinggi terhadap kebudayaan yang berbeda dengan  kebudayaan kita.
·         Menghargai suku,agama,dan ras yang berbeda.
·         Jika permasalahnnya karena miss communication bisa dengan mengadakan mediasi antar kepala suku atau kepala daerah.
·         Pemerintah harus lebih telaten dalam mengurusi masalah-masalah yang ada di sudut-sudut Negara, jangan hanya terpaku pada ibu kota saja.
·         Pemerintah harus lebih peka dan adil dalam pembuatan peraturan-peraturan agar tidak ada yang merasa di anak tirikan dan merasa tidak di perdulikan oleh pemerintah..
·         Perbaikan pada manajemen konflik agar mampu mengurangi konflik yang terjadi antara kelompok minoritas dengan minoritas maupun antara kelompok minoritas dengan mayoritas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KESETARAAN GENDER DALAM DUNIA PENDIDIKAN (LINGKUNGAN KAMPUS UNISMUH MAKASSAR) OLEH DEVI SASMITA 10543001761...