Minggu, 27 Mei 2018

Adaptasi Budaya


ADAPTASI BUDAYA ANAK RANTAU DI MAKASSAR







DI SUSUN OLEH
DEVI SASMITA
VIDYA SARI NUR FAIDAH
PPKn. C 2015



PENDIDIKAN PANCASILA dan KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN dan ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADDIYAH MAKASSAR
2018





A.      Latar Belakang
Kehidupan manusia tidak terlepas dari perubahan-perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut antara lain perubahan lingkungan fisik, lingkungan biologis, serta lingkungan sosial. Terjadinya perubahan-perubahan tersebut menyebabkan seluruh makhluk hidup termasuk manusia perlu melakukan penyesuaian dengan lingkungannya agar dapat mempertahankan hidup dan memenuhi kebutuhan hidup yang diperlukan. Penyesuaian diri terhadap perubahan lingkungan ini dinamakan suatu tindak adaptasi. Adaptasi ialah kemampuan dari makhluk hidup untuk dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, dengan sebuah tujuan untuk bertahan hidup.
Ada juga pengertian dari adaptasi yang lainnya yakni ialah sebuah cara yang dilakukan organisme (makhluk hidup) agar dapat mengatasi tekanan dari lingkungannya dengan sebuah tujuan agar mempertahankan hidup. Manusia sebagai penghuni bumi, bukan hanya bertempat tinggal, tetapi mencakup berbagai hal, seperti mempertahankan diri dan meningkatkan taraf hidupnya baik secara individu maupun secara berkelompok. Adaptasi manusia terhadap lingkungannya berbeda dengan adaptasi tumbuhan dan hewan. Adaptasi manusia lebih terlihat pada perubahan perilaku dan budayanya sebagai respons yang tepat terhadap tantangan dari lingkungannya.
Adaptasi pada manusia di muka bumi dengan kondisi lingkungan yang berbeda akan menimbulkan bentuk adaptasi yang berbeda pula, misalnya cara berpakaian, bermata pencaharian, berbahasa, dan sebagainya. Secara keseluruhan adaptasi itu akan membentuk pola-pola kebudayaan yang berbeda- beda yang tersebar di permukaan bumi, sehingga membentuk wilayah kebudayaan (cultural region).
B.     Langkah-langkah Pembelajaran
1.      Mengamati
Pengamatan yang kami  lakukan ialah, di sekitar kampus biru unismuh Makassar dengan mengambil sample beberapa teman kami yang merupakan anak rantau dari daerah ke kota Makassar.
2.      Menanya
Melakukan wawancara kepada beberapa teman yang ada di sekitar kampus, maupun teman dari kelas. Tentang adaptasi budaya anak rantau di Makassar dengan pertanyaan sebagai berikut :
a.       Bagaimana cara anda beradaptasi di lingkungan baru kota Makassar ?
b.      Adakah perbedaan budaya dari daerah anda dan lingkungan baru di kota Makassar yang membuat anda sulit beradaptasi ?
3.      Mengumpulkan Data
a.       Wawancara
1)      Narasumber : atas nama Andi Nutfah Neweera Adam. Mahasiswi jurusan Sosiologi semester 6 ini adalah anak rantau dari daerah Sengkang. Awalnya sangat sulit beradaptasi dengan lingkungan baru yang jelas-jelas berbeda seratus delapan puluh derajat dari yang dibayangkannya. Mahasiswi yang biasa disapa Uppa ini, butuh waktu yang tidak sebentar agar benar-benar beradaptasi di kota Makassar. Bahkan awal menjadi maba saja dia mengaku sangat canggung, khawatir dan gugup yang berlebihan. Sebagai orang bersuku bugis, Uppa kurang lancar dalam berbahasa Indonesia ketika pertama kali bersosialisasi di Makassar, ia kebanyakan diam dan hanya bertanya jika dia merasa harus menanyakannya. Orang-orang Makassar cnderung terbuka menurutnya, tapi hal itu berbeda dengan kepribadian dirinya yang sedikit kaku.
2)      Narasumber : Nurul Hidayani. Mahasiswi jurusan akuntansi ini, mengatakan pernah saja dirinya hampir menyerah dengan lingkungan barunya. Bagaimana tidak, sebab dirinya tidak mudah beradaptasi dengan orang-orang kota. Dirinya merasa minder sebab takut bila dikatakan orang kampung. Menurutnya orang Makassar sedikit terbuka sampai-sampai dirinya menganggap mereka cukup kasar dalam berbicara. Kesulitan yang dia hadapi selain dari segi bahasa, karena dia sewaktu di Bulukumba lebih aktif berbicara bugis ketimbang bahasa Indonesia. Banyak makanan khas daerahnya yang dia rindukan tapi di Makassar tak mudah menemukannya, dia juga kurang pandai memasak. Pernah dirin ya mengikuti suatu seminar, yang memperlihatkan tari-tarian Makassar yang menurutnya tidak begitu berbeda dengan tarian Bulukumba, dia merasa lumayan terhibur.
3)      Narasumber : atas nama Maya Abdul Aziz. Menurutnya cara yang tepat untuk beradaptasi di kota Makassar ialah, dengan harus ikhlas menerima kenyataan bahwa dirinya memang harus melewati tahap ini. Dia berbaur dengan siapa saja walau masih ada kendala bahasa yang kurang dimengertinya, tapi memang seperti itulah keharusan kita sebagai manusia yaitu belajar dan terus belajar. Dia juga mengaku sering mengikuti seminar-seminar dari kampus lain dan menjelalajahi kota Mkassar bersama teman-teman yang memang berdomisili di Makassar agar bila ada yang kurang dipahaminya, dirinya hanya perlu menanyakan kepada temannya. Perbedaan budaya Barru dengan Makassar memang terlihat cukup jelas baginya, seperti bahasa, cara berpakaian, awal maba dirinya merasa sangat culun dalam berpakaian, berbeda dengan orang-orang kota, dari kesenian, dirinya pun megakui budaya Makassar yaitu mereka terbuka dan sedikit agak pamer menurutnya tapi begitulah tak ada yang salah baginya.
4)      Narasumber : katakanlah namanya WH. Mahasiswi jurusan Bahasa Inggris semester 6 ini mengatakan bahwa dirinya lahir di daerah tapi dia tumbuh besar di Makassar. Pernah SD sampai kelas 5 lalu pindah ke kampung halaman membuatnya perlahan namun pasti, berubah cara berbicara dan logatnya setelah cukup lama berada di daerah. Setelah lulus SMP dirinya melanjutkan SMA di Makassar dan merasa familiar dengan cara orang-orang kota Makassar bercakap karena dirinya pernah tumbuh di kota Makassar. Hanya saja dia baru menyadari bahwa ternyata budaya dalam berbicara di kota, sedikit lebih agresif ketimbang di daerah. Pernah suatu hari, dia ditegur karena cara berbicaranya yang terbalik menurut teman-temannya di SMA, semenjak itu dirinya terus berbaur dengan teman seadanya karena dia termasuk tipikal orang yang pemalu, kaku atu tak mungkin mengajak bicara lebih dulu. Berbeda dengan teman-teman kelasnya yang lancar berbicara dengan lantang, dia hanya menjadi pengamat, memperhatikan bagaimana mereka berucap, apa arti dari kata itu, dan memperhatikan cara mereka beretika. Tak banyak kendala yang dijumpainya, karena hidup memang seperti ini, banyak budaya di luar sana dengan berbagai macam karakter manusia.
b.      Dokumentasi





4. Menganalisis Data

Hasil dari penelitian ini, kami menarik kesimpulan bahwa setiap daerah memiliki budayanya masing-masing. Kita harus tau bahwa di luar sana masih banyak lagi budaya yang harus kita ketahui. Dunia ini kecil tapi tak sekecil yang kita kira, bila kita melangkah keluar dari zona nyaman, maka kita akan mendapati bahwa dunia ini sangat luas, dngaan berbagai budaya,tradisi, pemahaman dan karakteristik setiap orang, setiap tempat memilki ciri khasnya sendiri. Namun lagi-lagi bahasa menjadi problem teratas diantara semua ini. Tapi solusinya yah kita harus terus belajar, belajar dan belajar untuk dapat mengatasi suatu problem agar kita dapat saling berpikir dari sudut pandang lain.


Kamis, 10 Mei 2018





PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK ANTAR MAHASISWA



  

OLEH
KELOMPOK

DEVI SASMITA
VIDYA SARI NUR FAIDAH
PPKn C 015


FAKULTAS KEGURUAN dan ILMU PENDIDKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2018

A.      Latar Belakang
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Walgito (2010) mengemukakan pada dasarnya konflik merupakan situasi dimana dua orang atau lebih atau kelompok tidak setuju terhadap hal-hal yang berkaitan dengan keadaan atau aktivitas yang tidak memiliki kecocokan. Ada berbagai macam bentuk konflik, diantaranya yaitu konflik intrapersonal (konflik dengan diri sendiri), konflik interpersonal (konflik antar pribadi), konflik antar anggota kelompok, konflik antara kelompok dengan kelompok, konflik antar organisasi serta konflik antar negara (Wirawan, 2010).
Kampus merupakan salah satu sarana pendidikan yang membantu mewujudkan gene rasi muda berprestasi dan unggul dalam bidang tertentu. Kata “maha” dalam kamus Bahasa Indonesia yang berarti besar menandakan bahwa seorang mahasiswa memiliki tanggung jawab dan perananan yang besar pula. Gandhi (1999) memaparkan bahwa tugas seorang mahasiswa adalah membantu menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat. Berdasarkan penelitian Komariah (2003) ada dua kelompok mahasiswa, kelompok pertama adalah mahasiswa yang berorientasi pada karir dan diri sendiri atau disebut mahasiswa biasa dan kelompok kedua adalah mahasiswa yang mementingkan nilai serta ide universal atau orientasi keluar dari diri mereka sendiri, kelompok ini disebut aktivis.
Fenomena yang terjadi di dalam kampus erat kaitannya dengan mahasiswa. Fenomena yang terjadi akhir–akhir ini sangatlah memprihatinkan, karena kecenderungan merosotnya moral bangsa hampir terasa di semua strata kehidupan. Krisis moral ini kemudian diikuti dengan menyuburnya pola hidup konsumtif, materialistis, hedonis, dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa kemanusiaan, kebersamaan, dan kesetiakawanan sosial.
Sedangkan untuk kalangan perguruan tinggi, tawuran mahasiswa juga masih terjadi dimana mana. Khususnya di Makassar, tawuran pelajar seakan menjadi rutinitas. Bahkan Makassar terkenal dengan istilah “kota tawuran”. Pasalnya hampir setiap tahunnya terjadi tawuran antar mahasiswa baik lain perguruan tinggi, maupun satu perguruan tinggi tapi beda fakultas dan beda jurusan. Sungguh fakta yang mencerminkan masih buram dan rapuhnya pendidikan di negeri ini.
B.       Langkah-Langkah Pembelajaran

1.      Mengamati
  Pengamatan yang kami lakukan tempatnya di kampus Unismuh Makassar
2.    Menanya
            Melakukan wawancara kepada beberapa mahasiswi tentang penyebab terjadinya konflik antar mahasiswa. Berikut pertanyaannya : menurut anda apa yang menyebabkan sering terjadinya konflik antar mahasiswa?
3.    Mengumpulkan Data
Jenis pengumpulan data yang kami lakukan, yaitu :
a.       Wawancara
1)   Informan pertama:
Menurut informan pertama penyebab terjadinya konflik antar mahasiswa yaitu mahasiswa aktivis yang sering berinteraksi dengan berbagai macam orang lebih mudah mengalami sebuah konflik dibandingkan dengan mahasiswa biasa. Misalnya konflik dengan teman di organisasi berupa salah paham atau miss komunikasi.
2)      Informan kedua:
Menurut informan kedua penyebab terjadinya konflik yaitu: jawabannya hampir sama dengan informan pertaman namun dia lebih menjelaskan tentang konflik dengan teman di luar organisasi masalah terpicunya itu berupa perbedaan pendapat, adanya perbedaan ideologi, serta pencitraan negatif terhadap mahasiswa aktivis.
3)        Informan ketiga:
Menurut informan ketiga penyebab terjadinya konflik yaitu: terjadinya mis komunikasi yag menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat dan kesalahahaman antara satu pihak dan yang lainnya sehingga menyakiti ego mereka dan tersinggung dengan pihak lain.
C.     Analisii Data
Hasil dari analisis peneliti penyebab terjadinya konflik yaitu mahasiswa aktivis yang sering berinteraksi dengan berbagai macam orang lebih mudah mengalami sebuah konflik dibandingkan dengan mahasiswa biasa. Seperti dalam perbedaan pendapat karena mis komunikasi yang menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat, perbedaan ideologi, serta pencitraan negatif terhadap mahasiswa aktivis.

KESETARAAN GENDER DALAM DUNIA PENDIDIKAN (LINGKUNGAN KAMPUS UNISMUH MAKASSAR) OLEH DEVI SASMITA 10543001761...