Minggu, 03 Juni 2018



KESETARAAN GENDER DALAM DUNIA PENDIDIKAN
(LINGKUNGAN KAMPUS UNISMUH MAKASSAR)







OLEH


DEVI SASMITA
105430017615
PPKn C 015




FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2018

A.  Latar Belakang
Pendidikan merupakan sarana paling strategis dalam mentransformasikan nilai-nilai sosial dan budaya yang berkembang di dalam masyarakat. Proses pendidikan yang sedemikian strategis dalam mentransformasikan nilai-nilai sosial dan budaya tersebut, disadari ataupun tidak telah turut serta mengembangkan ketidak adilan gender. Budaya yang bias gender dapat berkembang dan tetap ada tidak lepas dari proses pendidikan dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Munculnya ketimpangan gender di masyarakat merupakan estafet dari generasi satu ke generasi berikutnya melalui proses pendidikan yang tidak berbasis pada keadilan dan kesetaraan gender.
Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya kesenjangan gender, karena dengan pendidikan baik laki-laki dan perempuan dapat mengetahui dan mendapatkan ilmu tentang gender. Dengan demikian, lembaga pendidikan memiliki peran dalam mensosialisasikan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat tidak terkecuali nilai dan norma tentang gender dalam buku-buku pelajaran dan kondisi belajar-mengajar (Khotimah, 2008). Dalam pendidikan, hal tersebut dapat dilihat dalam kurikulum, karena kurikulum menggambarkan tujuan yang ingin dicapai oleh lembaga pendidikan yang dijabarkan melalui materi pembelajaran, pokok bahasan, dan kegiatan pembelajaran. Berdasarkan GBHN 1999-2004 serta UU No 25 Tahun 2000 tentang Propenas dan Kesepakatan Forum Pendidikan Dunia tekait pendidikan untuk semua disepakati bahwa pendidikan harus menerapkan kesetaraan gender termasuk merumuskan kurikulum yang berbasis pada kesetaraan gender (Khotimah, 2008).
Kesenjangan gender hingga sekarang masih saja terjadi di berbagai bidang dalam kehidupan manusia,  seperti dalam bidang pertanian, perikanan dan bidang lainnya. Pendidikan yang merupakan salah satu cara untuk dapat mewujudkan kesetaraan gender juga masih mengalami kesenjangan gender. Berbagai  hal yang dapat menyebabkan terjadinya kesenjangan gender. Dampak yang ditimbulkan akibat kesenjangan gender pun juga beragam. Oleh karena itu, tulisan ini akan memaparkan mengenai kesenjangan gender dalam pendidikan.
  
B.  Langkah-langkah pembelajaran
1.      Mengamati
Pengamatan yang kami lakukan tempatnya di kampus Unismuh Makassar
2.      Menanya
          Melakukan wawancara kepada beberapa mahasiswi tentang kesetaraan gender dalam dunia pendidikan. Berikut pertanyaannya: apakah pendidikan di kampus Unismuh sudah mengapresiasi kesetaraan Gender?
3.      Mengumpulkan Data
Jenis pengumpulan data yang kami lakukan, yaitu :
a.  Wawancara
1)   Informan pertama: sejauh yang saya lihat tidak ada yang memperlihatkan ketidaksetaraan gender, laki-laki dan perempuan memiliki potensi dan kesempatan yang sama dalam pendidikan. Namun dalam lingkungan kelas saya perempuannya hanya beberapa pesen yang aktif dalam proses pembelajaran.
2)   Informan kedua: ya kampus unismuh sudah mengapresiasi kesetaraan gender, laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam mengenyam pendidikan di kampus unismuh baik dalam kegiatan perkuliahan maupun dalam kegiataan berorganisasi
3)   Informan ketiga: jawabannya tidak jauh beda dengan informan kedua, unismuh sudah mengapresiasi kesetaaan gender. Laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama baik dalam kegiatan perkuliahan maupun dalam berorganiasi. Seperti dalam kegiatan berorganisasi laki-laki dan perempuannya memiliki kesempatan ikut serta mengambil bagian dari kegiatan tersebut.
b.      Dokumentasi








c.       Menganalisis data
Hasil dari penelitian saya, berdasarkan wawancara dari beberapa informan bahwa kampus Unismuh sudah mengapresiasi kesetaraan gender. Laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama baik dalam kegaiatan perkuliahan maupun dalam berorganisasi. Sedikit penjelasan dari saya bahwa perlu pendidikan yang tidak diskriminatif. Tujuannya adalah untuk meyetarakan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Selain itu agar perempuan dapat menjadi agen perubahan sehingga dapat mengurangi kemiskinan yang selama ini banyak dialami masyarakat khususnya perempuan. Peningkatan dalam pendidikan akan meningkatkan status perempuan.




Minggu, 27 Mei 2018

Adaptasi Budaya


ADAPTASI BUDAYA ANAK RANTAU DI MAKASSAR







DI SUSUN OLEH
DEVI SASMITA
VIDYA SARI NUR FAIDAH
PPKn. C 2015



PENDIDIKAN PANCASILA dan KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN dan ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADDIYAH MAKASSAR
2018





A.      Latar Belakang
Kehidupan manusia tidak terlepas dari perubahan-perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut antara lain perubahan lingkungan fisik, lingkungan biologis, serta lingkungan sosial. Terjadinya perubahan-perubahan tersebut menyebabkan seluruh makhluk hidup termasuk manusia perlu melakukan penyesuaian dengan lingkungannya agar dapat mempertahankan hidup dan memenuhi kebutuhan hidup yang diperlukan. Penyesuaian diri terhadap perubahan lingkungan ini dinamakan suatu tindak adaptasi. Adaptasi ialah kemampuan dari makhluk hidup untuk dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, dengan sebuah tujuan untuk bertahan hidup.
Ada juga pengertian dari adaptasi yang lainnya yakni ialah sebuah cara yang dilakukan organisme (makhluk hidup) agar dapat mengatasi tekanan dari lingkungannya dengan sebuah tujuan agar mempertahankan hidup. Manusia sebagai penghuni bumi, bukan hanya bertempat tinggal, tetapi mencakup berbagai hal, seperti mempertahankan diri dan meningkatkan taraf hidupnya baik secara individu maupun secara berkelompok. Adaptasi manusia terhadap lingkungannya berbeda dengan adaptasi tumbuhan dan hewan. Adaptasi manusia lebih terlihat pada perubahan perilaku dan budayanya sebagai respons yang tepat terhadap tantangan dari lingkungannya.
Adaptasi pada manusia di muka bumi dengan kondisi lingkungan yang berbeda akan menimbulkan bentuk adaptasi yang berbeda pula, misalnya cara berpakaian, bermata pencaharian, berbahasa, dan sebagainya. Secara keseluruhan adaptasi itu akan membentuk pola-pola kebudayaan yang berbeda- beda yang tersebar di permukaan bumi, sehingga membentuk wilayah kebudayaan (cultural region).
B.     Langkah-langkah Pembelajaran
1.      Mengamati
Pengamatan yang kami  lakukan ialah, di sekitar kampus biru unismuh Makassar dengan mengambil sample beberapa teman kami yang merupakan anak rantau dari daerah ke kota Makassar.
2.      Menanya
Melakukan wawancara kepada beberapa teman yang ada di sekitar kampus, maupun teman dari kelas. Tentang adaptasi budaya anak rantau di Makassar dengan pertanyaan sebagai berikut :
a.       Bagaimana cara anda beradaptasi di lingkungan baru kota Makassar ?
b.      Adakah perbedaan budaya dari daerah anda dan lingkungan baru di kota Makassar yang membuat anda sulit beradaptasi ?
3.      Mengumpulkan Data
a.       Wawancara
1)      Narasumber : atas nama Andi Nutfah Neweera Adam. Mahasiswi jurusan Sosiologi semester 6 ini adalah anak rantau dari daerah Sengkang. Awalnya sangat sulit beradaptasi dengan lingkungan baru yang jelas-jelas berbeda seratus delapan puluh derajat dari yang dibayangkannya. Mahasiswi yang biasa disapa Uppa ini, butuh waktu yang tidak sebentar agar benar-benar beradaptasi di kota Makassar. Bahkan awal menjadi maba saja dia mengaku sangat canggung, khawatir dan gugup yang berlebihan. Sebagai orang bersuku bugis, Uppa kurang lancar dalam berbahasa Indonesia ketika pertama kali bersosialisasi di Makassar, ia kebanyakan diam dan hanya bertanya jika dia merasa harus menanyakannya. Orang-orang Makassar cnderung terbuka menurutnya, tapi hal itu berbeda dengan kepribadian dirinya yang sedikit kaku.
2)      Narasumber : Nurul Hidayani. Mahasiswi jurusan akuntansi ini, mengatakan pernah saja dirinya hampir menyerah dengan lingkungan barunya. Bagaimana tidak, sebab dirinya tidak mudah beradaptasi dengan orang-orang kota. Dirinya merasa minder sebab takut bila dikatakan orang kampung. Menurutnya orang Makassar sedikit terbuka sampai-sampai dirinya menganggap mereka cukup kasar dalam berbicara. Kesulitan yang dia hadapi selain dari segi bahasa, karena dia sewaktu di Bulukumba lebih aktif berbicara bugis ketimbang bahasa Indonesia. Banyak makanan khas daerahnya yang dia rindukan tapi di Makassar tak mudah menemukannya, dia juga kurang pandai memasak. Pernah dirin ya mengikuti suatu seminar, yang memperlihatkan tari-tarian Makassar yang menurutnya tidak begitu berbeda dengan tarian Bulukumba, dia merasa lumayan terhibur.
3)      Narasumber : atas nama Maya Abdul Aziz. Menurutnya cara yang tepat untuk beradaptasi di kota Makassar ialah, dengan harus ikhlas menerima kenyataan bahwa dirinya memang harus melewati tahap ini. Dia berbaur dengan siapa saja walau masih ada kendala bahasa yang kurang dimengertinya, tapi memang seperti itulah keharusan kita sebagai manusia yaitu belajar dan terus belajar. Dia juga mengaku sering mengikuti seminar-seminar dari kampus lain dan menjelalajahi kota Mkassar bersama teman-teman yang memang berdomisili di Makassar agar bila ada yang kurang dipahaminya, dirinya hanya perlu menanyakan kepada temannya. Perbedaan budaya Barru dengan Makassar memang terlihat cukup jelas baginya, seperti bahasa, cara berpakaian, awal maba dirinya merasa sangat culun dalam berpakaian, berbeda dengan orang-orang kota, dari kesenian, dirinya pun megakui budaya Makassar yaitu mereka terbuka dan sedikit agak pamer menurutnya tapi begitulah tak ada yang salah baginya.
4)      Narasumber : katakanlah namanya WH. Mahasiswi jurusan Bahasa Inggris semester 6 ini mengatakan bahwa dirinya lahir di daerah tapi dia tumbuh besar di Makassar. Pernah SD sampai kelas 5 lalu pindah ke kampung halaman membuatnya perlahan namun pasti, berubah cara berbicara dan logatnya setelah cukup lama berada di daerah. Setelah lulus SMP dirinya melanjutkan SMA di Makassar dan merasa familiar dengan cara orang-orang kota Makassar bercakap karena dirinya pernah tumbuh di kota Makassar. Hanya saja dia baru menyadari bahwa ternyata budaya dalam berbicara di kota, sedikit lebih agresif ketimbang di daerah. Pernah suatu hari, dia ditegur karena cara berbicaranya yang terbalik menurut teman-temannya di SMA, semenjak itu dirinya terus berbaur dengan teman seadanya karena dia termasuk tipikal orang yang pemalu, kaku atu tak mungkin mengajak bicara lebih dulu. Berbeda dengan teman-teman kelasnya yang lancar berbicara dengan lantang, dia hanya menjadi pengamat, memperhatikan bagaimana mereka berucap, apa arti dari kata itu, dan memperhatikan cara mereka beretika. Tak banyak kendala yang dijumpainya, karena hidup memang seperti ini, banyak budaya di luar sana dengan berbagai macam karakter manusia.
b.      Dokumentasi





4. Menganalisis Data

Hasil dari penelitian ini, kami menarik kesimpulan bahwa setiap daerah memiliki budayanya masing-masing. Kita harus tau bahwa di luar sana masih banyak lagi budaya yang harus kita ketahui. Dunia ini kecil tapi tak sekecil yang kita kira, bila kita melangkah keluar dari zona nyaman, maka kita akan mendapati bahwa dunia ini sangat luas, dngaan berbagai budaya,tradisi, pemahaman dan karakteristik setiap orang, setiap tempat memilki ciri khasnya sendiri. Namun lagi-lagi bahasa menjadi problem teratas diantara semua ini. Tapi solusinya yah kita harus terus belajar, belajar dan belajar untuk dapat mengatasi suatu problem agar kita dapat saling berpikir dari sudut pandang lain.


KESETARAAN GENDER DALAM DUNIA PENDIDIKAN (LINGKUNGAN KAMPUS UNISMUH MAKASSAR) OLEH DEVI SASMITA 10543001761...