Sabtu, 28 April 2018

SIKAP ETNOSENTISME TENTANG SISTEM BUDAYA DI INDONESIA





OLEH  :
KELOMPOK 
DEVI SASMITA
VIDYA SARI NF
PPKn C 015
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2018



A. Latar Belakang 

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni., sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Etnosentrisme cenderung memandang rendah orang-orang yang dianggap asing, etnosentrisme memandang dan mengukur budaya asing dengan budayanya sendiri.
Ada satu suku Eskimo yang menyebut diri mereka suku Inuit yang berarti “penduduk sejati” [Herbert, 1973, hal.2]. Sumner menyebutkan pandangan ini sebagai etnosentrisme, yang secara formal didefinisikan sebagai “pandangan bahwa kelompoknya sendiri” adalah pusat segalanya dan semua kelompok lain dibandingkan dan dinilai sesuai dengan standar kelompok tadi [Sumner, 1906, hal.13]. Secara kurang formal etnosentrisme adalah kebiasaan setiap kelompok untuk menganggap kebudayaan kelompoknya sebagai kebudayaan yang paling baik.
Etnosentrisme terjadi jika masing-masing budaya bersikukuh dengan identitasnya, menolak bercampur dengan kebudayaan lain. Porter dan Samovar mendefinisikan etnosentrisme seraya menuturkan, “Sumber utama perbedaan budaya dalam sikap adalah etnosentrisme, yaitu kecenderungan memandang orang lain secara tidak sadar dengan menggunakan kelompok kita sendiri dan kebiasaan kita sendiri sebagai kriteria untuk penilaian. Makin besar kesamaan kita dengan mereka, makin dekat mereka dengan kita; makin besar ketidaksamaan, makin jauh mereka dari kita. Kita cenderung melihat kelompok kita, negeri kita, budaya kita sendiri, sebagai yang paling baik, sebagai yang paling bermoral.”


Etnosentrisme membuat kebudayaan kita sebagai patokan untuk mengukur baik-buruknya kebudayaan lain dalam proporsi kemiripannya dengan budaya kita. Ini dinyatakaan dalam ungkapan : “orang-orang terpilih”, “progresif”, “ras yang unggul”, dan sebagainya. Biasanya kita cepat mengenali sifat etnosentris pada orang lain dan lambat mengenalinya pada diri sendiri. Etnosentrisme mungkin memiliki daya tarik karena faham tersebut mengukuhkan kembali “keanggotaan” seseorang dalam kelompok sambil memberikan penjelasan sederhana yang cukup menyenangkan tentang gejala sosial yang pelik. 

B. Langkah-langkah Pembelajaran
1.      Mengamati
Pengamatan yang kami lakukan tempatnya dikalangan masyarakat. Lingkungan kampus biru, di rumah dan di kost narasumber.
2.      Menanya
Melakukan wawancara dengan beberapa masyarakat, baik mahasiswa(i) atau para pekerja. Berikut pertanyaannya :
a.       Bagaimana tanggapan anda, tentang orang yang beranggapan bahwa budaya atau sukunyalah yang terbaik diantara budaya atau suku lainnya ?
b.      Untuk mencegah terjadinya perpecahan antar masyarakat akibat  etnosentrisme, menurut anda,  apa yang sebaiknya kita lakukan ?
3.      Mengumpulkan Data
Jenis pengumpulan data yang kami lakukan yaitu :
a.       Wawancara
1)      Narasumber : atas nama Uci Ashari. Menurut mahasiswi jurusan PPKn ini tidak ada salahnya bila seseorang menganggap bahwasannya sukunyalah yang terbaik dan memiliki budaya yang paling unik. Karena orang-orang cennderung memberikan nilai baik bila menyangkut hal-hal pribadi. Mahasiswi dari kabupaten Bone ini, tidak menyangkal bahwa diapun pernah memiliki pandangan seperti itu. Bila terjadi perpecahan akibat hal ini, menurutnya lain lagi ceritanya. Tidak ada alasan yang membenarkan terjadinya perpecahan akibat hal-hal sepele. Walaupun kita berbeda-beda tapi kita satu. Perbedaan inilah yang membuat kita unik. Kita bisa menghindari atau mencehag terjadinya perpecahan dengan saling bertoleransi.
2)      Narasumber : atas nama MUH. Shaffaat. Menurut mahasiswa UNM  ini  setiap orang memilki hak dan keistimewaan masing-masing. Begitupun dengan pandangan terhadap suku dan budayanya. Hal ini tidak salah selagi tidak menjatuhkan suku dan budaya dari daerah lainnya. Menurutnya apabila terjadi perpecahan akibat pandangan seperti ini, maka kita hanya akan saling meyakiti sesama saudara, karena kita adalah bangsa Indonesia yang memanag di dalamnya terdapat begitu banyak suku dan bangsa. Kita harus menyelesaiakan masalah dengan cara kekeluargaan dan harus memahami bahwa setiap suku memilki keunikan masing-masing.
3)      Narasumber : atas nama Nur Islami. Tidak setiap orang akan beranggapan bahwa suku dan budayanya yang terbaik, menurut pegawai ibnu sina ini masih banyak masyarakat yang menilai bahwa suku dan budaya miliki orang lain lebih baik. Namun, mereka tetap berbangga dan bersyukur atas keunikan apa yang dimilki disukunya. Kita hanya perlu mengambil sikap yang bijak dengan perbedaan-perbedaan yang kita temui di luar sana. Mereka yang beranggapan bahwa sukunyalah yang paling baik itu tidak salah dan juga tidak benar, karena pada hakikatnya manusia memang seperti itu, memilki sifaat yang naïf dan sombong, maka dari itu kita harus pintar-pintar bersikap agar tak terjadi perpecahan akibat hal ini. Adapun bila terjadi perpecahan, akan sangat sulit untuk menyatukan kita kembali karena ego yang dimiliki. Kita sebaiknya saling memaafkan untuk menyatukan atau memperbaiki kesalahan.
4)      Narasumber : atas nama MUH. Taufik. Menurut mahasiswa UIN ini ada baik dan buruknya bila seseorang beranggapan bahwa suku dan budayanyalah yang terbaik. Buruknya ialah, secara tidak langsung dia telah merendahkan suku dan budaya milik orang lain. Baiknya bahwa dia merasa bangga dengan suku dan budayanya, hal ini membuat rasa percaya dirinya terjaga dari pengaruh-pengaruh budaya luar. Namun, apabila terjadi perpecahan, kita harus menyelesaikannnya dengan cepat agar tak terjadi kekacauan lebih jauh. Seharusnya kita saling menghargai sesama manusia, adapun latar belakang kita yang berbeda itu hanyalah background semata tapi tujuan dan status kita sebagai masyarakat sama dimata negara. Pun pemerintah tak dapat menyatukan kita kembali apabila kita menolak disatukan atau meyatukan diri hanya karena menganggap bahwa suku dan budaya kitalah yang terbaik.
5)      Narasumber : atas nama Mardiana. Menurutnya, lucu ketika ada seseorang yang dengan bangganya mengatakan suku dan budanyalah yang terbaik. Dia merasa tidak sepantasnya, seseorang beranggapan seperti itu, hal ini sama dengan membodohi diri sendiri, dia mencoba membohongi dirinya. Karena pasti, diam-diam dia mengakui bahwa budaya si A lebih baik dibidang B, namun dia tak ingin mengakui itu dengan berbagai alasan. Perpecahan akibat merasa paling baik dari segi suku dan budaya memang tak dapat kita hindari. Karena, bila kita berada di daerah si B, kemudian kita menemukan perbedaan sikap seseorang dengan yang ada di daerah kita tanpa tahu artinya kita pasti akan tersinggung atau bertanya-tanya dengan sikap mereka. Seharusnya kita paham benar bahwasannya, dengan beranggapan seperti demikian, kita hanya akan meremehkan budaya dan suku orang lain. Saling toleransilah karena kita satu bangsa dan satu tanah air.
6)      Narasumber : atas nama Nurul Ramadhani. Ketika seseorang memiliki sikap etnosentrisme, itu adalah hal wajar. Tapi kita perlu mengambil sikap dan memberikan penghargaan kepada suku dan budaya lainnya sebagai bentuk toleransi, agar tak terjadi perpecahan antara satu kelompok dan kelompok lainnya.
7)      Narasumber : atas nama Rahman. Mengakui bahwa iapun memilki sikap etnosentrisme, dan meyakini setiap orang memilkinya. Tapi bila dia melihat suatu suku yang memilki budaya yang lebih baik dia mengakui di dalam hatinya saja tanpa memberikan penghargaan terus terang. Ini pun menurutnya dapat menghindarkan diri dari masalah atau perpecahan, karena terkadang bila kita memberikan pengakuan terhadap kelompok lain, justru kelompok kita sendiri yang memulai perpecahan.
8)      Narasumber : atas nama Nofrianto. etnosentrisme juga dapat menjadi hambatan komunikasi lintas budaya. Apabila seseorang masih memiliki pemikiran bahwa budayanya lebih unggul, ia akan cenderung untuk membatasi komunikasinya dengan individu/kelompok dari budaya asing yang bertentangan dengan budayanya. Hal inilah yang kerap kali menimbulkan pertikaian antar individu/kelompok yang berbeda budaya, karena yang satu merasa tidak dihargai oleh yang lain. Maka dari itu dibutuhkan empati dalam komunikasi budaya  untuk menghindari kesalahpahaman.
9)      Narasumber : atas nama Dina. Setiap orang berhak memilki sikap yang beranggapan bahwa suku dan budayanyalah yang terbaik, asalkan dia tak menjelek-jelkkan suatu suku dan budaya lainnya. Cara agar kita terhindar dari perpecahan ialah dengan memilki cara pandang yang terbuka.
10)   Narasumber : atas nama Satriani. Etnosentrisme dalam hal komunikasi dapat memberikan sesuatu yang positif. Misalkan dalam hal bahasa daerah, etnosentrisme dapat menjaga keutuhan bahasa tersebut agar dapat diwariskan turun-temurun dalam masyarakat, serta menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap tradisi daerahnya. Namun, etnosentrisme juga dapat menjadi hambatan dan memberikan efek yang negatif. Apabila etnosentrisme bersifat infleksibel, seseorang akan kesulitan untuk menilai perilaku orang lain berdasarkan latarbelakangnya karena ketidakmampuan untuk keluar dari perspektif yang dimilikinya. Kita bisa mencegah terjadinya perpecahan dengan cara berpikiran terbuka, menganggap perbedaan sebagai kekayaan, hindari sikap menghakimi, menjalin kerja sama yang baik, dan jangan langsung membuat asumsi dini.
 b. Dokumentasi





  
   

4. Analisis Data

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari berbagai suku, agama, ras dan golongan. Pluralitas masyarakat Indonesia ini tentu melahirkan berbagai persoalan. Setiap suku, agama, ras dan golongan berusaha untuk memperoleh kekuasaan dan menguasai yang lain.Pertarungan kepentingan inilah yang sering memunculkan persoalan-persoalan di daerah.

Cara mengatasi sikap Etnosentrisme   :
·         Memberikan Toleransi yang tinggi terhadap kebudayaan yang berbeda dengan  kebudayaan kita.
·         Menghargai suku,agama,dan ras yang berbeda.
·         Jika permasalahnnya karena miss communication bisa dengan mengadakan mediasi antar kepala suku atau kepala daerah.
·         Pemerintah harus lebih telaten dalam mengurusi masalah-masalah yang ada di sudut-sudut Negara, jangan hanya terpaku pada ibu kota saja.
·         Pemerintah harus lebih peka dan adil dalam pembuatan peraturan-peraturan agar tidak ada yang merasa di anak tirikan dan merasa tidak di perdulikan oleh pemerintah..
·         Perbaikan pada manajemen konflik agar mampu mengurangi konflik yang terjadi antara kelompok minoritas dengan minoritas maupun antara kelompok minoritas dengan mayoritas.

Jumat, 20 April 2018


PROSES INTERAKSI SOSIAL MAHASISWA YANG MERANTAU DI KOTA MAKASSAR




DISUSUN OLEH
KELOMPOK
HASMIAH
DEVI SASMITA
VIDYA SARI NUR FAIDAH
PPKn. C. 2015

FAKULTAS KEGURUAN dan ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2018


A.      Latar Belakang
Homans ( dalam Ali, 2004: 87) mendefinisikan interaksi sebagai suatu kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu lain diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu tindakan oleh individu lain yang menjadi pasangannya. Konsep yang dikemukakan oleh Homans ini mengandung pengertian bahwa interaksi adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksi merupakan suatu stimulus bagi tindakan individu lain yang menjadi pasangannya.
Sedangkan menurut Shaw, interaksi sosial adalah suatu pertukaran antarpribadi yang masing- masing orang menunjukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka, dan masing- masing perilaku mempengaruhi satu sama lain. Hal senada juga dikemukan oleh Thibaut dan Kelley bahwa interak si sosial sebagai peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu sam lain atau berkomunikasi satu sama lain. Jadi dalam kasus interaksi, tindakan setiap orang bertujuan untuk mempengaruhi individu lain.
Menurut Bonner ( dalam Ali, 2004) interaksi merupakan suatu hubungan antara dua orang atau lebih individu, dimana kelakuan individu mempengaruhi, mengubah atau mempengaruhi individu lain atau sebaliknya. Jadi dari beberapa menurut para ahli di atas kami dapat simpulkan bahwa, interaksi adalah hubungan timbal balik anatara dua orang atau lebih, dan masing-masing orang yang terlibat di dalamnya memainkan peran secara aktif. Dalam interaksi juga lebih dari sekedar terjadi hubungan antara pihak- pihak yang terlibat melainkan terjadi saling mempengaruhi.

Proses interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat bersumber dari faktor imitasi, sugesti, simpati, identifikasi dan empati.
1.      Imitasi merupakan suatu tindakan sosial seseorang untuk meniru sikap, tindakan, atau tingkah laku dan penampilan fisik seseorang.
2.      Sugesti merupakan rangsangan, pengaruh, atau stimulus yang diberikan seseorang kepada orang lain sehingga ia melaksanakan apa yang disugestikan tanpa berfikir rasional.
3.      Simpati merupakan suatu sikap seseorang yang merasa tertarik kepada orang lain karena penampilan,kebijaksanaan atau pola pikirnya sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh orang yang menaruh simpati.
4.      Identifikasi merupakan keinginan sama atau identik bahkan serupa dengan orang lain yang ditiru (idolanya)
5.       Empati merupakan proses ikut serta merasakan sesuatu yang dialami oleh orang lain. Proses empati biasanya ikut serta merasakan penderitaan orang lain.
Jika proses interaksi sosial tidak terjadi secara maksimal akan menyebabkan terjadinya kehidupan yang terasing. Faktor yang menyebabkan kehidupan terasing misalnya sengaja dikucilkan dari lingkungannya, mengalami cacat, pengaruh perbedaan ras dan perbedaan budaya.  Bagi orang-orang yang melakukan perantauan pasti cukup kesulitan bila melakukan interaksi sosial di lingkungan barunya. Seperti mahasiswa yang memutuskan kuliah di kota besar, mereka akan menemukan perbedaan-perbedaan cara berinterinteraksi, bergaul maupun berpakaian dengan orang di kota. Khususnya mereka yang kental dengan bahasa daerah mereka masing-masing.


B.     Langkah-langkah Pembelajaran
1.      Mengamati
Pengamatan yang kami lakukan tempatnya di pondok putri Al-mubaroqah. mahasiswi  dengan latar belakang jurusan dan daerah yang berbeda-beda.
2.      Menanya
Melakukan wawancara kepada beberapa penghuni kamar tentang proses interaksi sosial mereka di kota Makassar. Berikut rumusan pertanyaannya :
a.       Apakah ada perbedaan tentang cara anda berinteraksi dengan orang-orang yang dari daerah anda dan yang ada di kota Makassar ?
b.      Apa kendala yang sering anda jumpai saat berinteraksi dengan mahasiswa yang berdomisili di kota Makassar ?
3.      Mengumpulkan Data
Jenis pengumpulan data yang kami lakukan :
a.         Wawancara
1)        Narasumber : mahasiswi asal daerah Buton Provinsi Sulawesi Tenggara atas nama Endri. Mengatakan jelas ada perbedaan ketika berinteraksi dengan orang-orang di daerahnya dengan yang ada di kota kota Makassar dari segi bahasa. Di daerahnya atau di kampungnya, cara bahasanya gampang, sopan, dan tidak kasar. Sedangkan saat awal-awal datang di Makassar, dia sering mengaku kaget dengan bahasa orang-orang kota yang masih perlu dia cerna, atau sering juga menurutnya orang kota tidak sopan dan cenderung kasar dalam berinteraksi.Kendala yang sering dijumpainya hanya sebatas bahasa saja.
2)     Narasumber : mahasiswi asal daerah Sengkang Provinsi Sulawesi Selatan atas nama Andi Syamsinar. Mengatakan kemanapun kita pergi pasti ada perbedaan interaksi sosial. Menurutnya, orang-orang di kota Makassar itu cenderung to the point bila ingin menyampaikan suatu hal, kadang juga berlebihan dalam menggunakan volume suara. Masyarakat di kota juga kurang dalam hal empati terhadap sesamanya, namun simpatinya sikap tertarik terhadap orang lain justru besar, karena sikap ini didorong oleh berbagai kesamaan dalam diri mereka. Mulai dari cara berfikir, keyakinan, nilai yang dianut dan lain sebagainya. Kendala yang sering dirasakannya atau dijumpainya yaitu, orang-orang kota sering melakukan kegiatan meniru. Dalam hal ini imitasi diartkan sebagai tindakan seseorang yang meniru segala sesuatu yang dialakukan oleh orang lain. Imitasi ini didorong oleh minat, perhatian, dan rasa kagum terhadap orang yang hendak ditiru.
3)   Narasumber : mahasiswi asal daerah Takalar Provinsi Sulawesi Selatan atas nama Ayudia sriwahyuni. Mengatakan beda, cara dia berinteraksi dengan orang di kampungnya dengan ora-orang Makassar. Di kampungnya, masyarakat memiliki rasa empati yang tinggi dan saling menghargai sedangkan di Makassar, sangat sulit menemukan orang-orang yang benar-benar peduli dan berempati kepada kita. Kendalanya ialah, dari segi bahasa tentu saja katanya, memaksakan mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan, adanya pola kelakuan yang berbeda-beda atau yang bertentangan dengan pola kelakuan di kampong, orang-orang kota juga terlalu modern mereka terkadang tidak menghargai.
b.      Dokumentasi

                                         wawancara dengan mahasiswi asal derah Buton Provinsi Sulawesi Tenggara

                                    wawancara dengan mahasiswi asal daerah Sengkang Provinsi Sulawesi Selatan

                                   wawancara dengan mahasiswi asal daerah Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

c.       Menganalisis Data
Dengan adanya dorongan atau motif sosial pada manusia, maka manusia akan mencari orang lain untuk mengadakan hubungan atau untuk mengadakan interaksi.Dalam interaksi sosial ada kemungkinan manusia dapat menyesuaikan dengan orang lain, atau sebaliknya. Penyesuaian di sini mempunyai arti yang luas, yaitu bahwa manusia dapat meleburkan diri dengan keadaan di sekitarnya, atau sebaliknya manusia dapat mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan dalam diri manusia, sesuai dengan apa yang diinginkan oleh manusia tersebut. suatu proses di mana seseorang dituntut untuk bertingkah laku sesuai dengan norma-norma atau adat istiadat yang berlaku di lingkungan sosialnya. Dalam proses sosialisasinya manusia belajar tingkah laku, kebiasaan serta pola-pola kebudayaan lainnya, juga ketrampilan-ketrampilan sosial seperti bahasa, bergaul, berpakaian, cara makan, dan sebagainya. 



Sabtu, 14 April 2018


MULTIKULTURAL PENYEBAB ADANYA TINDAKAN DESKRIMINASI DALAM LINGKUNGAN KELAS



OLEH
KELOMPOK

HASMIAH
DEVI SASMITA
VIDYA SARI NUR FAIDAH
PPKn C 015


FAKULTAS KEGURUAN dan ILMU PENDIDKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2018


A.       Latar Belakang

Diskriminasi adalah perilaku menolak seseorang semata-mata karena dia anggota atau bukan anggota kelompok tertentu.  Perlakuan berbeda umumnya lebih didorong prasangka yang biasanya negatif. Daft (1999) mengarahkan hubungan diskriminasi dan prasangka lebih spesifik. Menurut dia, diskriminasi terkait dengan kecenderungan menilai secara negatif orang lain yang memiliki perbedaan dalam berbagai hal, misalnya seksualitas, ras, etnik, atau kekurangan kemampuan fisik.
Diskriminasi juga suatu pelayanan yang tidak adil terhadap suatu individu tertentu. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa ditemui di masyarakat. Hal ini disebabkan karena manusia cenderung membeda-bedakan satu manusia dengan manusia lainnya dari segi tertentu saja. Segi-segi tersebut bisa berbentuk suku, golongan, kelamin, macam-macam ras di Indonesia, agama dan kepercayaan, aliran atau ideologi politik, dan karakteristik manusia lainnya yang biasa menjadi acuan adanya tindakan diskriminasi.Perbedaan perlakuan hanya atas dasar prasangka nyatanya masih terus berlangsung hingga saat ini, bahkan di kampus-kampus di negeri ini.
Diskriminasi yang terjadi di tempat kaum terpelajar bahkan sampai di bangku perkuliahan. Sebagian besar pendapat (56,8 persen) menyebutkan pernah melihat ataupun merasakan perbedaan akibat pakaian dan aksesori yang dikenakan. Hal yang menarik, diskriminasi antara yang berpenampilan menarik dan yang biasa-biasa saja lebih terasa di kalangan mahasiswi dibandingkan mahasiswa.
Setelah urusan penampilan, sebanyak 44,6 persen pendapat juga merasakan pembedaan antara kelompok mahasiswa pandai dan kelompok yang kurang menonjol dalam prestasi akademik. Perbedaan perlakuan ini menyebabkan munculnya kecemburuan dari kelompok mahasiswa dan mahasiswi yang dianggap kurang berprestasi secara akademik. Khususnya di kampus Unismuh Jurusan Bahasa Inggris kelas 2 A angkatan 2017.
      B.     Langkah-langkah Pembelajaran
1.      Mengamati
Pengamatan yang kami lakukan tempatnya di kampus Unismuh Makassar jurusan Bahasa Inggris angkatan 2017 kelas 2 A.
2.    Menanya
Melakukan wawancara kepada beberapa mahasiswi tentang benar tidaknya ada  tindakan deskriminasi yang terjadi di kelasnya. Berikut pertanyaannya :
a.       Apakah di dalam kelas anda, terdapat diskriminasi ? jika ia, tolong dijelaskan detailnya!
b.      Apa yang menjadi sebab sehingga mereka melakukan diskriminasi ?
3.    Mengumpulkan Data
Jenis pengumpulan data yang kami lakukan, yaitu :
a.       Wawancara
1)        Narasumber : Atas nama Nairasukarwati. Mengatakan setiap kelas pasti terdapat pelaku dan korban diskriminasi. Mereka yang pendiam di dalam kelas, kehadirannya         antara ada dan tiada bagi teman kelas yang lebih aktif.  Mereka juga segan didekati atau diajak bicara kecuali hal-hal penting. Saya tak pernah mengalami diskriminasi dari teman-teman. Namun, saya melihat dan menyadari beberapa teman saya yang pendiam sering tak digubris dan dijadikan bahan olok-olokan tanpa mereka sadari lelucon itu tentang mereka. Menurut saya, yang menjadikan sebab mereka melakukan diskriminasi yah pastinya untuk meningkatkan citra diri/konsep diri/harga diri. Prasangka dapat memainkan sebuah peran penting untuk melindungi atau meningkatkan konsep diri mereka.
2)      Narasumber : Atas nama Sulastri. Mengatakan iya memang benar ada tindakan diskriminasi dalam bentuk dikucilkan oleh sebagian besar teman-teman yang lain karena cara berpenampilan yang tidak begitu menarik, sehingga teman-teman yang fasionista tidak ingin bergaul dengan meraka dengan alasan yang sangat sepele yaitu tidak ingin image mereka ternoda atau cacat bila bersama dengan teman yang berpenampilan biasa-biasa. Tindakan diskriminasi bukan hal yang mudah untuk benar-benar dihapus dalam kehidupan sosial. Butuh kesadaran setiap individu. Saya belum pernah mengalami diskriminasi di kampus, tetapi sangat disayangkan terjadi diskriminasi di kampus. Itu karena sebagai mahasiswa kita harus sudah mengerti tentang perlunya saling menghargai satu sama lain. 
Kekurangan dan kelebihan manusia seharusnya tak menjadi pembeda karena setiap individu punya hak sama di kampus. Sebab orang-orang melakukan deskriminasi menurut saya karena mereka menganggap diri mereka lebih baik dari segi penampilan atau akademiknya, mereka unjuk gigi dalam hal ini agar dipandang lebih tinggi dan sebagai usaha melindungi diri mereka sendiri.
3)      Narasumber : Atas nama Harul Ulfa. Mengatakan diskriminasi muncul akibat perbedaan fisik, suku, kasta, agama, kemampuan, dan hal lain yang ada karena berkumpulnya berbagai jenis manusia dalam satu lingkungan yang dinamakan kampus. Sejak bersekolah di SMP hingga kuliah, saya menemukan ”kelompok eksklusif” yang kehadirannya mampu mendiskriminasi orang lain. Ciri ”kelompok eksklusif” tersebut adalah gaya hidupnya cenderung mewah dan saya mengakui bahwa saya pernah menjadi pelaku dari tindakan diskrimnasi itu sendiri. Kami membentuk kelompok yang sulit ditembus orang yang berbeda dengan kami. Pengaruh kelompok itu sangat besar. Bisa dipastikan ketika ada ”orang baru” yang berusaha masuk lingkaran tersebut, ia akan tersisih dan diperlakukan secara buruk, minimal tidak dianggap kehadirannya. Hal tersebut membawa implikasi kurang baik kepada orang di sekitarnya, tetapi kehadiran mereka tak dapat dihindari. Alasan utama mengapa kita mendiskriminasi orang lain yaitu sebagai pencitraan diri kita, memperlihatkan dengan sombong bahwa kita berbeda dengan mereka.

b.      Dokumentasi



     4. Menganalisis Data
Hasil dari penelitian ini, kami menarik kesimpulan bahwa pastinya setiap kelas dan setiap orang pernah menjadi pelaku, saksi bahkan korban diskriminasi. kita perlu sadar, tiap manusia punya hal unik. Kita tidak bisa menilai ”baik” atau ”buruk” berdasarkan perbedaan kita dengan orang lain. Apalagi sampai memilih membuat barikade pergaulan. Alangkah bijaksana jika kita tidak mendiskriminasi orang lain hanya karena mereka berbeda dengan kita. Yang terpenting, mari menjadi diri sendiri, jangan mengubah jati diri hanya demi pergaulan.,

KESETARAAN GENDER DALAM DUNIA PENDIDIKAN (LINGKUNGAN KAMPUS UNISMUH MAKASSAR) OLEH DEVI SASMITA 10543001761...